LEARNING
PENGERTIAN
BELAJAR
Belajar
adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen disebabkan oleh
pengalaman atau praktik. Maksud dari relatif permanen yaitu ketika orang
mempelajari sesuatu, beberapa bagian otak mereka secara fisik diubah untuk
merekam apa yang telah mereka pelajari (Farmer et al., 2013; Loftus &
Loftus, 1980).
CLASSICAL
CONDITIONING
Classical
conditioning adalah belajar terdiri dari proses suatu stimulus atau rangsangan
yang mulanya bersifat netral atau tidak memunculkan respon, kemudian
diasosiasikan dengan stimulus yang lainnya sehingga dapat menimbulkan respons.
EKSPERIMEN IVAN PAVLOV TENTANG TEORI CLASSICAL CONDITIONING
Seorang
psikolog dari Rusia Bernama Ivan Pavlov tertarik untuk melihat tubuh dalam
mencerna makanan.
Melakukan
eksperimen terhadap anjing dengan cara memberikan memberikan bubuk daging ke
mulut seekor anjing, kemudian anjing tersebut mengeluarkan air liurnya. Air
liur ini merupakan bentuk dari respons dari rangsangan yang diberikan kepada
anjing tersebut.
Kemudian
dia memberikan eksperimen kembali yaitu dengan memasang selang pada kelenjar
liurnya untuk mengukur jumlah produksi air liur anjing tersebut. Kemudian ia
membunyikan sebuah bel, lalu setelah itu ia memberikan makanan kepada anjing
tersebut. Pada awalnya, anjing akan mengeluarkan air liur saat makanan telah
dikeluarkan. Namun, setelahnya ia mengeluarkan air liur ketika mendengar suara
bel. Bahkan setelah Pavlov berhenti memberikan makanan, anjing tersebut masih
mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel. Anjing tersebut telah
mengalami pengkondisian klasik karena merupakan asosiasi antara penglihatan dan
pendengaran.
ELEMEN
PENGKONDISIAN KLASIK
UNCONDITIONED
STIMULUS (stimulus tak bersyarat), ini merupakan stimulus yang menghasilkan
respon yang tidak disadari. Dalam eksperimen Pavlov, makanan adalah
unconditioned stimulus.
UNCONDITIONED
RESPONSE (RESPON TAK TERKONDISI), merupakan respons otomatis dan tidak sengaja
terhadap stimulus tak terkondisi. Dalam eksperimen Pavlov, air liur yang disebabkan
makanan disebut UCR.
CONDITIONED
STIMULUS, merupakan suatu benda, peristiwa atau pengalaman yang tidak
menimbulkan respon tak bersyarat pada permulaannya. Disebut juga rangsangan ini
netral. Rangsangan ini berpasangan dengan rangsangan tak bersyarat. Contohnya
suara bel yang berbunyi beberapa detik sebelum anjing memakan makanannya. Maka
suara bel tersebut dinamakan dengan rangsangan netral karena tidak menimbulkan
anjing mengeluarkan air liurnya.
CONDITIONED
RESPONSE (respon bersyarat), rangsangan
netral akan memancing respons yang sama dengan respons tak bersyarat. Respons
ini lebih ringan dan tak selengkap respons tak bersyarat. Contohnya, ketika
suara bel berbunyi maka itu sudah akan menimbulkan keluarnya air liur.
PRINSIP
TEORI CLASSICAL CONDITIONNING
AKUISISI
Pembalajaran
yang meliputi sebuah rangsangan netral yang diasosiasikan dengan UCS, dan
menjadi rangsangan yang terkondisi (CS) yang menghasilkan CR.
Beberapa
prinsip dasar pada proses pengkondisian klasik :
CS harus
mendahului UCS
CS dan UCS
harus sangat berdekatan dalam waktu.
NS harus
dipasangkan dengan UCS beberapa kali.
CS biasanya
berupa rangsangan yang khas atau menonjol dari rangsangan lainnya, misalnya
rangsangan lain memiliki suara yang lebih keras.
GENERALISASI
STIMULUS DAN DISKRIMINASI
Kecenderungan
untuk menanggapi stimulus yang mirip dengan stimulus terkondisi asli.
Contohnya, ketika kita bereaksi dengan cemas terhadp suara bor dokter gigi
sehingga akan bereaksi dengan sedikit kecemasan terhadap mesin yang terdengar
serupa, seperti penggiling kopi listrik.
Diskrimasi
stimulus : diskriminasi rangsangan terjadi ketika suatu organisme belajar untuk
menanggapi rangsangan yang berbeda dengan cara yang berbeda. Contohnya, ketika
mendengar suara bor dokter gigi kita akan bereaksi cemas tetapi setelah
beberapa kali mendengar suara tersebut maka tidak akan lagi menimbulkan
kecemasan.
KEPUNAHAN
DAN PEMULIHAN SPONTAN
Ketika
anjing tidak diberikan makanan sama sekali. Maka kepunahan terjadi saat
melemahnya respons yang dikondisikan disebabkan oleh hilangnya rangsangan yang
tidak dikondisikan. Ketika tiba-tiba anjing diberi daging kembali maka ia akan
mengeluarkan air liurnya kembali. Ini disebut dengan pemulihan spontan.
Pemulihan spontan adalah proses pengkodisian klasik saat respons yang
dikondisikan kembali dapat dapat muncul setelah ada jeda waktu beberapa saat
tanpa dilakukannya pengkondisian lebih lanjut.
OPERANT
CONDITIONING
Operant conditioning
adalah pembelajaran yang diterapkan pada perilaku sukarela.
Kotak Puzzle
Thorndike dan Law of Effect
Pada eksperimennya,
Thorndike menempatkan seekor kucing pada kotak puzzle, kotak ini memiliki jalan
keluar dengan cara menekan tuas yang terletak di lantai kotak. Kemudian
Thorndike menaruh sepiring makanan diluar kotak, sehingga kucing termotivasi untuk
keluar. Thorndike mengamati bahwa kucing
tersebut bergerak disekitar kotak, kucing ini mendorong dan bergesekan dengn
dinding untuk melarikan diri. Akhirnya, kucing mendorong tuas dengan giginya,
sehingga terbukalah pintu tersebut. Saat keluar pun, kucing makan dari piring
yang sudah disiapkan diluar kotak tadi. Tuas adalah stimulus, dorongan tuas adalah
respon, dan konsekuensinya adalah melarikan diri dan makanan.
Berdasarkan
penelitian ini, Thorndike mengembangkan law of effect yang berbunyi “Jika suatu
Tindakan diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan, maka tindakan itu akan
cenderung diulang. Jika suatu tindakan diikuti oleh konsekuensi yang tidak
menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung tidak akan diulangi.”
SKINNER :
PERILAKU BEHAVIORIS
Jadi perilaku
sukarela bagi Skinner adalah perilaku operan dan mempelajari perilaku semacam
itu adalah pengondisian operan. Inti dari pengondisian operan adalah efek
konsekuensi pada perilaku.
Jika melihat
penelitian kotak puzzle Thorndike, bahwa keluarnya kucing dari kotak dan
makanan yang diterima kucing merupakan penguatan dari respons dorongan tuas. Dalam
pandangan Skinner, penguatan adalah alasan kucing itu belajar untuk keluar dari
kotak tersebut.
Skinner memiliki
alat penelitiannya sendiri yang disebut dengan Skinner’s Box atau kotak operant
conditioning. Skinner membagi jenis penguatan berdasarkan kepentingannya menjadi
dua :
PENGUATAN
UTAMA (PRIMER) : penguatan yang memenuhi kebutuhan dasar kita, seperti rasa
lapar. Contohnya, seseorang memberikan permen kepada anak kecil sebagai hadiah,
segala jenis makanan (dorongan lapar), caoran (dorongan haus), atau sentuhan
(dorongan kenikmatan).
PENGUATAN
SEKUNDER : penguatan ini berkaitan dengan property yang kita dapatkan, seperti
uang. Contohnya, seseorang yang diberi uang untuk dibelanjakan mainan kemudian dia
menyadari bahwa kertas itu dapat ditukar dengan permen sehingga uang menjadi
penguat dengan sendirinya.
Skinner
juga membagi jenis penguatanya berdasarkan konsekuensi yang diberikan :
PENGUATAN
POSITIF : suatu konsekuensi diberikan diikuti dengan hadiah, sehingga
kemunkinan perilaku terulang semakin besar. Penguatan ini memberikan pengalaman
dari konsekuensi menyenangkan. Contohnya, ketika seseorang mendapatkan gaji
setelah bekerja.
PENGUATAN
NEGATIF : suatu konsekuensi diberikan dengan menghilangkan sesuatu yang tidak
menyenangkan juga akan meningkatkan kemungkinan perilaku terulang. Contohnya,
seorang akan kecanduan untuk mengonsumsi obat yang dapat menghilangkan rasa sakit.
HUKUMAN : Suatu
konsekuensi yang diterima untuk mengurangi respons di masa mendatang. Hukuman
untuk melemahkan respons, sedangkan penguatan ditunjukkan untuk menguatkan
respons. Hukuman berkaitan dengan segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Ada 2
jenis hukuman, yaitu :
HUKUMAN
DENGAN PENERAPAN : terjadi ketika sesuatu yang tidak menyenangkan ditambahkan
pada situasi atau diterapkan. Contohnya,
memukul anak jika tidak patuh pada orang tua.
HUKUMAN
DENGAN PENGHAPUSAN : jenis hukuman yang menghilangkan perilaku menyenangkan
setelah perilaku tersebut. Contohnya, mendenda seseorang yang melanggar hukum.
Operant
Conditioning bisa digunakan untuk memodifikasi perilaku. Ada beberapa alat yang
digunakan untuk memodifikasi perilaku, yaitu sebagai berikut :
PROSES TIME
OUT : sebagai bentuk hukuman yang ringan dengan cara menghapus perilaku yang
kurang pantas.
Applied Behavior
Analysis (ABA) : digunakan untuk menganalisis perilaku sekarang dan teknik
berperilaku untuk mengatasi masalah sosial secara relevan.
COGNITIVE
LEARNING THEORY
Tolman’s
Maze-Running Rats: Latent Learning
Pada eksperimen
Tolman melibatkan tiga kelompok tikus labirin yang sama selama 10 hari
percobaan. Pada tikus yang ada di kelompok pertama, ditempatkan dilabirin dan
diperkuat dengan makanan untuk keluar dari sisi lain. Kelompok tikus kedua
diperlakukan persis seperti yang pertama, tetapi mereka tidak pernah menerima
penguatan saat keluar dari labirin. Tikus kelompok ketiga, yang berfungsi
sebagai kelompok control yang tidak dipaksa dan tidak diberi penguatan selama
percobaan berlangsung. Tolman menyimpulkan bahwa tikus di kelompok kedua, telah
belajar di mana semua jalan buntu, salah belokan, dan jalur yang benar disimpan
dan disimpan sebagai semcam “mental map” atau peta kognitif tata letak fisik
labirin. Tolman menyebut ini dengan latent learning. Jadi belajar dapat terjadi
tanpa penguatan dan kemudian memengaruhi perilaku bukanlah sesuatu yang dapat
dijelaskan oleh pengkondisian operan tradisional.
Köhler’s
Smart Chimp: Insight Learning
Kemudian Kohler melakukan eksperimen yang kedua, tetapi eksperimen ini dilakukan lebih sulit. Pisang diletakkan lebih jauh dari si simpanse. Kemudian Kohler juga memberikan dua tongkat kepada Simpanse tersebut. Kemudian simpanse mencoba menggunakan satu tongkat tetapi ternyata pisangnya terlalu jauh. Setelah 1 jam, simpanse tersebut mendapatkan inspirasi yaitu dengan mendorong 1 tongkat, lalu tongkat kedua mendrong tongkat pertama tadi, tetapi saat dia mau menarik kembali tongkat tersebut hanya tongkat yang ia genggam yang kembali. Kemudian Kohler memberikan kedua tongkat tersebut dan mengamatinya dengan hati-hati. Simpanse tersebut mendapatkan insight yaitu dengan menyambungkan kedua tongkat tersebut dan kemudian ia berhasil meraih pisang tersebut.
Kohler menyimpulkan bahwa wawasan tidak dapat diperoleh melalui pembelajaran coba-coba saja tetapi membutuhkan penyatuan antar elemen masalah.
Seligman’s Depressed Dogs: Learned Helplessness
Seligman dan teman-temannya melakukan eksperimen pengkondisian klasik pada anjing. Mereka menemukan fenomena yang disebut dengan "ketidakberdayaan" (helplessness). Helplessness ini merupakan kecenderungan untuk gagal melarikan diri dari suatu situasi karena memiliki riwayat kegagalan yang berulang-ulang dimasa lalu.
Pada eksperimen ini, kelompok anjing dimasukkan ke dalam kotak dengan pagar rendah yang terbagi menjadi 2 bagian kotak. Kemudian didatangkan nada dengan sengatan listrik yang tidak berbahaya, tetapi membuat shock para kelompok anjing tersebut. Kelompok anjing yang sudah pernah mendengarkan nada setruman ini bisa saja dia melompat dari kotak tersebut, ketika nada dibunyikan. Akan tetapi, kelompok anjing ini malah diam saja di kotak tersebut. Ini terjadi karena kelompok anjing sudah belajar dalam situasi nada sentruman bahwa jika terdapat bunyi tersebut mereka tidak akan bisa melakukan apapun untuk menghindari keterkejutan tersebut.
Pada eksperimen ini berkaitan dengan perilaku orang yang depresi. Depresi merupakan salah satu ketidakberdayaan. Orang yang depresi bisa saja sudah belajar melalui pengalaman masa lalu bahwa mereka tidak punya kendali dengan apa yang terjadi, sehingga mereka pasrah tanpa melakukan apapun, seperti kelompok anjing tersebut.
OBSERVATIONAL LEARNING
Observational learning adalah suatu pembelajaran perilaku yang dilakukan dengan melihat atau menonton suatu tindakan model yang diberikan, perilaku pada model ini bisa saja diinginkan maupun tidak diinginkan oleh pengamat. Observational learning berisikan proses tiru-meniru yang dapat menimbulkan kemampuan, cara, dan kepercayaan pada suatu individu. Observational learning ini juga menggunakan waktu yang lebih sedikit daripada learning yang lainnya.
Eksperimen Albert Bandura
Bandura melakukan eksperimen kepada anak-anak prasekolah menggunakan boneka bobo. Jadi pada anak-anak ini akan disuruh masuk ke ruangan yang masing-masing ruangannya terdapat model. Pada ruangan pertama, model akan berinteraksi dengan boneka bobo secara agresif, sedangkan pada ruangan kedua model akan berinteraksi dengan boneka bobo secara lembut atau tidak agresif. Kemudian disaat model keluar dari ruangan, maka sang anak yang berada di ruangan pertama akan melakukan tindakan yang agresif terhadap boneka bobo, dan pada anak di ruangan kedua akan melakukan tindakan yang lembut pada boneka tersebut.
Selanjutnya Bandura melakukan eksperimen lebih lanjut lagi yaitu dengan memberikan konsekuensi. Pada ruangan pertama, model yang berperilaku agresif terhadap boneka bobo akan mendapat hadiah, sedangkan pada ruangan kedua model yang berperilaku agresif akan mendapat hukuman. Pada hasil penelitian, anak di ruangan pertama akan berperilaku agresif terhadap boneka bobo dan anak di ruangan kedua tidak berperilaku agresif. Sehingga bandura pun menawarkan hadiah agar anak yang ada pada ruangan kedua berperilaku agresif terhadap boneka bobo tersebut. Ini dapat disimpulkan bahwa konsekuensi memiliki pengaruh terhadap motivasi seseorang dalam mencontoh atau meniru sesuatu.
Unsur-Unsur Observational Learning
1. Attention : hal yang membuat seseorang akan menaruh perhatian pada sesuatu.
2. Retention : memproses ulang apa yang seseorang itu peroleh
3. Production : seseorang dapat mengingat tapi akan kesusahan dalam meniru aktivitas motoriknya.
4. Motivation : berupa pengaruh yang dapat membuat seseorang melakukan sesuatu.
CONTOH KASUS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI :
1. Terdapat anak TK yang sedang melakukan pembelajaran, kemudian sang guru berkata "jika ada yang bisa menjawab pertanyaan dari ibu guru akan mendapatkan 1 bintang dan yang mendapatkan bintang paling banyak akan mendapatkan hadiah". Kemudian saat pembelajaran dimulai, terdapat seorang anak yang mendapat hadiah barbie karena sering menjawab pertanyaan dan mendapatkan bintang paling banyak. Anak inilah yang membuat teman-temannya berlomba mendapatkan bintang tersebut agar mendapat hadiah. (Observational Learning)
2. Terdapat AC yang memberikan kita rasa nyaman, adem, dan tidak kegerahan jika kita berada didekat AC. Kemudian terdapat ruangan kosong yang memberikan kita perasaan biasa-biasa saja terhadap ruangan tersebut. Jika ruangan diberi AC, maka kita akan lebih nyaman, adem, dan tidak kegerahan dalam ruangan tersebut. Sehingga, jika kita kembali ke dalam ruangan itu, maka sudah tertanam dalam pikiran kita, bahwa dalam ruangan itu kita akan merasakan nyaman, adem, dan tidak kegerahan. (Classical conditioning)
Komentar
Posting Komentar