SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI MODERN

Dosen Pengampu = Ibu Mafaza, S.Psi, M.Sc

Sebelumnya perkenalkan nama saya Zira Ajeng Ervianza dengan No.BP 220322050, kelas A.

Pada pertemuan minggu ke-9, kita membahas materi tentang Sejarah Perkembangan Psikologi Modern.

PSIKOLOGI MODERN 

Psikologi modern berdasarkan 3 perspektif, yaitu :

  1. Persepektif Psikodinamis, berasal dari teori Sigmund Freud yang menekankan pada peranan dari pikiran tidak sadar, pengalaman pada masa awal kanak-kanak, dan hubungan interpersonal untuk menjelaskan perilaku manusia dan juga untuk merawat orang-orang yang menderita gangguan mental. 
  2. Perspektif  Behavioral, suatu perspektif yang berfokus pada perilaku yang dipelajari.
  3. Perspektif  Kognitif, memefokuskan pada proses mental antar lain pada memori , pikiran, pemecahan masalah, bahasa, dan pengambilan keputusan. dipengaruhi oleh psikolog seperti Jean Piaget dan Albert Bandura, hingga tumbuh pesat belakangan ini.

TOKOH-TOKOH PSIKOLOGI MODERN 

1. Wilhelm Maximilian Wundt (1832-1920)

Pada tahun 1962, Wundt melakukan beberapa percobaan  yang menurut dia bisa dijelaskan kembali bagaimana proses percobaan tersebut. Focus dari penelitiannya yaitu tentang kesadaran, sensasi, dan menghitung waktu reaksi. Ada banyak sekali teori- teori yang disampaikan oleh Wundt. ada yang bernama mental kronometri, yaitu bagaimana seberapa cepat orang memproses. Jadi dimana Wundt mencoba menjelaskan waktu-waktu reaksi dari proses-proses yang melatarbelakangi sensasi dan persepsi. Lalu, Wundt percaya bahwa ada elemen diluar fisik, dimana ketika kesadaran konsistennya diatur oleh hal-hal lain tidak bisa dijelaskan dengan hal-hal fisik. Namun salah satu teori Wundt dinamakan dengan Vountelarisme atau sukarelawan, kita sebagai individu punya will, choise dan purpose, atensi kita itu kita yang mengatur bukan sensasi yang mengatur kita, contohnya kita ingin mendapat ilmu maka atensi kita mendengarkan dosen. Tetapi tidak setuju juga jika semuanya sekehendak kita saja, ada hal-hal lain yang menyesuaikan.

Tujuan psikologi

Wundt tertarik dengan consciousness, dari beberapa eksperimen yang dilakukan, dia mengatakan bahwa untuk menjelaskan proses-proses mental dasar itu bisa dilakukan dengan eksperimen tapi pada akhirnya dia mengatakan untuk proses mental yang kompleks (defition making)  itu sulit diungkapkan dengan eksperimen, yang dilakukan oleh Wundt yaitu dengan instropeksi (individu itu sendiri melihat apa yang terjadi didalam diri sendiri) dan observasi.

Proses mental sederhana yang dilakukan Wundt yaitu dengan pendulum, dia mencoba kepada seseorang, ketika bel berbunyi  lalu melihat pendulumnya ada di bagian mana, ternyata ketika melihat itu waktu reaksi orang sangat kesulitan untuk focus dengan suara dan pendulumnya, karna itu dua hal yang berbeda , jadi untuk memfokuskan atensi ada yang namanya seleksi attention, jadi kita mau focus ke atensi yang mana dahulu, pendulum atau suara. Namun, lama- kelamaan Wundt tidak lagi tertarik dengan waktu reaksi, tetapi nanti dia akan mencoba dengan hal-hal lain yang berkaitan dengan consciousness.

Yang popular dari teori Wundt yaitu tentang tri dimentional, Wundt mencoba menjelaskan feeling bisa dibagi menjadi apa yang kita rasakan bisa dibagi menjadi 3 dimensi, yaitu kesenangan-tidak menyenangkan, kegembiraan-ketenangan, dan relaksasi-ketegangan. 

Teori kreatif sintetis

Sejalan dengan konsep voluanterism bahwa dalam mempersepsikan sesuatu tidak harus apa saja yang ada kita lihat. Misalnya ada info A, Info B, info C, kita tidak satu-satu menerima tetapi kita bisa mengccampur informasi tersebut, kita kreatif sesuai dengan tujuan dan will kita. Kita mempunyai kemampuan untuk mensintesis informasi-informais tersebut  secara kreatif sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan tujuan kita. Jadi kita bisa menerima informasi-informasi tersebut dan membat informasi baru di kepala kita. Sehingga kita tidak mentah-mentah mendapat apa yang ada didunia ini tapi kita bisa memproses didalam otak dan disesuaikan dengan kebutuhan kita. Contohnya, ada tutorial 1 dan tutorial 2 lalu bisa digabungkan dan menjadi tutorial baru.

Persepsi dengan apersepsi.

Yang dimaksud dengan persepsi dikaitkan dnegan atensi saja (pasif).

Yang dimaksud dengan apersepsi, bagian dari persepsi namun persepsi itu kita sadari, kita arahkan sesuai dengan tujuan kita, memberikan meaning tetapi diasosiasikan dan melalui experience (aktif).

Contoh : saat kita sedih kita dirangkul, persepsi kita rangkulan hangat, tapi di apersepsi itu rangkulan seperti rangkulan seorang ayah.

Volunterism banyak membahas tentang sensasi dan consciousness, serta persepsi dan apersepsi. Apa yang terjadi dengan Wundt pada akhirnya ? Yaitu terjadi adalah kesalahpahaman historis tentang Wundt, dia kesulitan untuk menjelaskan proses mental yang kompleks sehingga pada ahli-ahli baru yang muncul untuk merevisi dan menambahkan teori wundt, sedangkan voluentarism lama-kelamaan memudar dan tidak menjadi salah satu teori psikologi yang sampai saat ini masih diperbincangkan.

Psikologi vs fisik

Prinsip heterogoni of end, yaitu walaupun punya kendali untuk mengatur atensi tetapi kita tidak punya kendali untuk mengatur apa yang akhirnya terjadi.

Prinsip heterogoni of kontras, yaitu ketika merasakan pengalaman yang berbeda kan terasa semakin kuat si sensasi itu, ketika kita merasakan hal yang kontras maka hasilnya akan menjadi lebih kuat.

Prinsip menuju pengembangan yang berlawanan, individu akan cenderung mencari pengalaman yang berbeda, Ketika kita sudah continue mendapatkan hal yang sama maka kita akan cenderung mncari hal yang lainnya. 

Ini adalah contoh dari beberapa teori Wundt untuk menjelaskan individu yang terkait dengan sensasi dan persepsi. Ini merupakan salah satu teori Wundt yang masih relate sampai saat ini.

Apakah persepi dengan sintetis kreatif itu sama? Berbeda, persepsi dan apersepsi dibutuhkan pada sintetis kreatif, tetapi sintesis kreatif yaitu suatu proses yang lebih untuk menganalisis dan mengevaluasi dan untuk menggabungkan informasi.


2. Edward Bradford Titchener

Murid dari Wundt. Menurut Titchener, proses atensi itu memang ada, bahwa memang ada peran individu dalam memusatkan perhatian tetapi ketika stimulus mencolok itu juga akan membantu kita untuk memperhatikannya. Penelitian Titichener, lebih focus pada aspek-aspek atau bagian-bagian pada proses mental yang disebut strukturalisme yaitu menjelaskan pengalaman berdasarkan struktur-struktur.

Menurut Titchener, elemen mental ada 3:

  1.  Sensasi, elemen dasar dari persepsi, contohnya suara, citra, atau pengalaman lain yang ditimbulkan dari objek fisik di lingkungan.
  2. Image, elemen dari ide, yang diperoleh melalui pengalaman yang tidak terjadi pada saat ini atau pengalaman dari masa lalu.
  3. Afeksi, elemen emosi yang didapat melalui pengalaman seperti cinta, benci, dan sedih

Berdasarkan atributnya, sensasi dan image dibagi menjadi kualitas, intensitas, durasi, kejernihan, dan keluasan. Sedangkan, afeksi dibagi menjadi kualitas, intensitas, dan durasi.

Tichner mencoba utnutk merekrut dan melibatkan beberapa Wanita, tetapi karena ada peraturan di wilayah tersebut jadi dia tidak terlalu melibatkan perempaun, tetapi pandangan tichner berbeda dengan pandangan orang pada zaman itu, dia sudah mencoba melibatkan dan membimbing Wanita pada studi-studinya.

Penurunan Strukturalisme :

Proses-proses perkembangan. Hanya focus membagi aspek-aspek mental pada bagain-bagian dan menjelaskannya. Psychology perkembangan ini perkembangan-perkembangan dari si psikologis tadi bagaimana dia develop, growth dari awal hingga akhir jadi tidak mempertimbangkan hal-hal tersebut. Banyak kurang relate untuk menjelaskan berbagai macam perilaku-perilaku individu. Strukturalisme ini cenderung tidak menyimpulkan suatu hal, mereka hanya membagi-baginya menjadi bagian-bagian tertentu.

  • Strukturalisme tidak setuju mempelajari struktur manusia berdasarkan struktur pada hewan.
  • Dia hanya percaya bahwa hanya ada kesenangan and tidak senang, yang lain tidak dianggap sebagai elemen feeling.

Penelitian yang sama dengan Wundt yaitu dengan introspeksi. Untuk memahami manusia dan membagi elemen-elemen juga melibatkan dari instrospeksi. Ini juga menjadi hal yang sulit untuk dibuktikan secara scientific. Makanya sampai sekarang strukturalisme tidak digunakan karena penjelasannya untuk memahami manusia ketika melakukan rehabilitasi itu sangat rendah.

Jadi teori dari Titchener yaitu menjelaskan tentang sensasi, persepsi, dan struktur-struktur dari proses mental.


3. Franz Clemen Brentano (1838-1917)

Lahir pada 16 Januari 1838 di Marienburg, Jerman. Brentano menenrima gelar doktornya dalam bidang filsafat di University of Tubingen pada tahun 1862. Lalu dua tahun kemudian dihabiskan menjadi pendeta dan pada 1866 menjadi dosen di university of Wurzburg. 

Teori Brentano yang terkenal yaitu act psychology. Act psychology yaitu apa yang dilakukan oleh individu , contohnya saat kita melakukan judjement. Setiap act of psychology kita ada kaitannya dengan outside nya kita, ada yang dinilai dan ada objek lain. Jadi disitu dia coba menjelaskan lebih ke perilaku-perilaku yang dilakukan oleh individu dibandingkan proses mental yang ada didalamnya.

Karya Brentano yang terkenal yaitu Psychology from at Empirical Standpoint (1873-1973)

Brentano setuju dangan pendapat Wunft mengenai limitation of experimental psychology atau keterbatasan psikologi eksperimen. Mereka percaya bahwa hal yang paling penting dalam pikiran adalah bukan apa itu tetapi apa yang dilakukannya. Brentano juga memiliki kepercayaan yang sama  dengan Wundt bahwa pikiran  itu bersifat aktif bukan pasif seperti yang dipercayai oleh empirisme Inggris, sensasionalisme, dan strukturalis.

Brentano merupakan ilmuwan yang lebih tertarik menyebarkan ilmu dari mulut ke mulut. 


4. Carl Stumpf

Murid dari Brentano. Minat utamanya adalah music, dan penelitiannya akhirnya yang membuat dia mendapatkan reputasi dalam audisi yang yang menyaingi Helmholtz. Karyanya yang paling berpengaruh yaitu Psikologi Nada (1883 dan 1890).

Stumpf merupakan lawan dari Wundt, dia juga mendirikan laborataorium psikologi di Universitas Berlin. Di labroratorium Stumpf, pekerjaan terkonsentrasi pada persepsi dan audisi.

Stumpf, berpendapat bahwa peristiwa mental harus dipelajari sebagai unit yang bermakna, seperti yang terjadi pada individu, dan tidak boleh dipecah untuk analisis lebih lanjut. Dengan kata lain, objek studi psikologi yang tepat adalah fenomena mental, bukan elemen sadar. Pendirian ini mengarah pada fenomonologi yang menjadi landasan bagi sekolah psikologi Gestalt.

Stumpf memainkan peran penting dalam kasus  terkenal “Clever Hans”, yaitu mengenai seekor kuda yang dimiliki dan dilatih oleh Tuan Von Osten dari Berlin. Karena Hans dapat memecahkan masalah aritmatika dengan benar dengan mengetuk kakinya atau menggelengkan kepalanya beberapa kali, kuda itu menjadi selebriti dan ribuan orang datang untuk melihatnya. Van Osten menduga ada penipuan dan mengajukan banding ke Dewan Pendidikan Berlin. Lalu dilakukan penelitian oleh Oskar Pfungst dia mengatakan bahwa Clever Hans menanggapi isyarat halus yang secara tidak sengaja diberikan oleh von Osten, seperti menganggukkan kepalanya ketika Hans telah membuat jumlah tanggapan yang sesuai.

Beberapa kasus lain dari prestasi intelektual tingkat tinggi yang terlihat oleh hewan juga telah dijelaskan sebagai respons terhadap isyarat yang diberikan secara sadar atau tidak sadar oleh pelatih mereka. Komunikasi semacam itu sekarang disebut sebagai Fenomena Smart Hans ( Zusne & Jones, 1989).

Robert Roshental yang mengeksplorasi implikasi dari fenomena Clever Hans untuk eksperimen psikologis secara umum. Rosenthal menemukan bahwa seorang pelaku eksperimen dapat memberikan isyarat halus yang tanpa disadari menyampaikan harapannya tentang hasil kepada peserta, sehingga memengaruhi hasil percobaan. Pengaruh seperti itu pada hasil eksperimen disebut "bias eksperimen" atau "Efek Rosenthal". Salah satu cara untuk meminimalkan efek ini adalah dengan menggunakan prosedur tersamar ganda di mana baik eksperimen maupun peserta tidak mengetahui kondisi eksperimental mana yang menempatkan peserta. 


5. Edmun Husserl

Menentang eksperimental psikologi,dia mengatakan bahwa dalam menjelaskan suatu individu itu ada pendekatan yang lebih baik daripada eksperimen. Yang ditawarkan adalah fenomenologi analisis, jadi lebih bersifat kualitatif, bagaimana kita menggali pengalaman -pengalaman individu berdasarkan experience yang mereka alami. Jadi dia memiliki pandangan yang berbeda dalam hal untuk mengkaji tentang studi dari mental bukan dari eksperimen tetepi lebih berfokus pada fenomonologi.

Taksonomi pikiran = goals dari si Husserl, tingkatan-tingkatan dari pikiran, ada bagiannya, fungsinya, deskripsinya, dia ingin menjelaskan itu sebelum kita memahami tentang individu itu sendiri, tetapi sebenernya dia juga belum berhasil dalam menjelaskannya.

Teorinya Husserl lebih focus terhadap metode yang digunakan untuk menjelaskan act psikologi.


6. Oswald Kulpe

Biografi Oswald Kulpe :

Kulpe tertarik dengan filsafat, menulis lima buku tentang filsafat, salah satunya tentang filsafat Kant.

Dia tertarik pada psikologi ketika dia menghadiri kuliah Wundt, dan menerima gelar doctor pada  tahun 1887 di bawah pengawasan Wundt, setelah itu menjadi asisten selama 8 tahun berikutnya. Kulpe juga mendedikasikan bukunya Garis Besar Psikologi (1893/1909) ke Wundt. Selama waktunya sebagai asisten Wundt Külpe bertemu dan sekamar dengan Titchener, dan meskipun keduanya sering tidak setuju, mereka tetap menghormati satu sama lain.

Pada tahun 1894 Külpe pindah ke Universitas Würzburg, di mana selama 15 tahun berikutnya dia melakukan pekerjaannya yang paling berpengaruh di bidang psikologi.

Pada tahun 1909 dia meninggalkan Würzburg dan melanjutkan ke Universitas Bonn dan kemudian ke Universitas Munich. Setelah Külpe meninggalkan Würzburg, minatnya semakin beralih ke philosophy. Dia sedang mengerjakan pertanyaan epistemologis ketika dia meninggal karena flu pada tanggal 30 Desember, 1915 yang berusia 53 tahun.

Pendapat Kulpe:

Imageless Thought (Pikiran tanpa imajinasi)

Kulpe menjadi salah satu lawan Wundt karena Külpe tidak setuju dengan Wundt bahwa semua pikiran harus memiliki referensi khusus  yaitu sensasi, citra, atau perasaan. Külpe percaya bahwa ada beberapa pemikiran tanpa bayangan. Kemudian, dia juga tidak setuju dengan pendapat Wundt bahwa proses mental yang lebih tinggi (seperti berpikir) tidak dapat dipelajari secara eksperimental, dan dia mulai melakukannya dengan menggunakan apa yang dia sebut (introspeksi eksperimental sistematis).

Teknik ini melibatkan pemberian masalah kepada seseorang untuk dipecahkan dan kemudian meminta mereka untuk melaporkan operasi mental yang mereka lakukan untuk menyelesaikannya, mendeskripsikan jenis pemikiran yang terlibat pada berbagai tahapan pemecahan masalah, dan melaporkan pengalaman mental mereka.

Mental Set

Kumpulan mental juga dapat diinduksi secara eksperimental dengan menginstruksikan seseorang untuk melakukan tugas yang berbeda atau memecahkan masalah yang berbeda. Kumpulan mental juga bisa dihasilkan dari pengalaman masa lalu seseorang.

Jika memfokuskan seseorang pada masalah tertentu menciptakan kecenderungan menentukan siapa yang bertahan sampai masalah terpecahkan. Meskipun kecenderungan atau rangkaian ini bekerja, subjek tidak menyadarinya, artinya, ia beroperasi di tingkat bawah sadar. Misalnya, pemegang buku dapat menyeimbangkan buku tanpa menyadari fakta bahwa dia sedang menambah atau mengurangi.

Contohnya :

Willian Bryan, mahasiswa AS yang bekerja di laboratorium Kulpe, menunjukkan kata yang berisi berbagai suku kata tidak masuk akaln yang ditulis dalam warna berbeda dan pengaturan berbeda kepada seseorang. Lalu seseorang yang diintruksikan untuk memperhatikan warna kemudian dapat melaporkan warna tetapi tidak dapat melaporkan rangsangan lainnya, begitupun seblaliknya. Instruksi telah mengarahkan perhatian subjek ke rangsangan tertentu dan jauh dari yang lain. Ini menunjukkan bahwa rangsangan lingkungan tidak secara otomatis menciptakan sensasi yang menjadi citra. Sebaliknya, proses perhatian menentukan sensasi mana yang akan dan tidak akan dialami.

Other Finding of the Wurzburg School

Anggota sekolah Wurzbug lainnya yaitu menunjukkan bahwa masalah memiliki sifat motivasi. Aliran Würzburg menunjukkan bahwa proses mental yang lebih tinggi (berpikir) dapat dipelajari secara eksperimental dan bahwa proses mental tertentu terjadi secara independen dari konten (yaitu, mereka tidak berimajinasi). Sekolah juga mengklaim bahwa asosiasiisme tidak memadai untuk menjelaskan operasi pikiran dan menantang penggunaan metode introspektif yang sempit oleh para sukarelawan dan strukturalis. Anggota sekolah Würzburg membuat perbedaan penting antara pikiran dan pemikiran, antara isi mental dan tindakan mental.

Kontroversi yang ditimbulkan oleh aliran Würzburg sangat mendorong runtuhnya kesukarelaan dan strukturalisme. Yang paling menghancurkan adalah kenyataan bahwa individu yang berbeda menggunakan teknik penelitian yang sama (introspeksi) akan mencapai kesimpulan yang sangat berbeda. 


7.  Hans Vaihinger 

Teori "As If" "Filsafat seakan-akan" yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam bukunya yang berjudul Die Philosophie des Als-Ob. Vaihinger mengemukakan bahwa manusia hidup dengan berbagi macam cita-cita atau pikiran yang semata-mata bersifat semu, tidak ada kenyataannya atau pasangannya di dalam dunia realitas. Bahwa manusia hidup penuh dengan banyak cita-cita yang semata-mata bersifat fiktif, yang tidak ada padanya dalam kenyataan. Tujuan itu tidak ada dimasa depan sebagai bagian daripada suatu rancangan teleologis, melainkan ada secara subyektif (dalam diri si subyek) pada waktu kini sebagai keinginan atau cita-cita yang mempengaruhi tingkah laku dewasa ini.

Menolak Teori Pragmatisme

Sebuah ide yang ditemukan berguna dalam praktik membuktikan dengan demikian bahwa itu juga benar dalam teori , sebuah konsep bisa terbukti salah dan masih menjadi berguna. Misalnya, meskipun konsep Free will terbukti salah, mungkin ada manfaat dari bertindak "seolah-olah" itu benar.


8. Herman Ebbinghaus 

Psikolog pertama yang mempelajari proses-proses mental tingkat tinggi, seperti proses belajar dan ingatan. mengingat apa yang dipelajari dan memori, tetapi belum diteliti secara eksperimental. Dalam penelitiannya, Ebbinghaus menggunakan Inonsense syllables (kata-kata yang tidak bermakna) untuk mempelajari proses belajar dan ingatan.

Memori dan learning

No sense material = kata-kata tidak ada makna. Jauh lebih sulit mengingat kata-kata yang tidak ada maknanya dariapada kata-kata yang ada maknanya. Lebih membutuhkan effort untuk mengingat kata-kata tersebut. Terstruktur, lebih mudah mengingat yang diawl dan akhir daripada bagian tengah, dan akan lebih mudah mengingat Ketika dibagi-bagi daripada langsung 80 kata tersebut.


 








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psikologi Humanistik

Gangguan Psikologis